Mo'ong n friend's

           Limbah berbunyinya Mo'ong


Pernah dengar kata limbah? Dapat dipastikan jawabannya adalah “Ya”. Lalu kira – kira apa yang terlintas di benak anda. Saya menduga dalam paradigma anda akan mucul suatu tarfsiran tentang hal yang kotor, kumel, kucel, bau, dan tidak menggairahkan. Mungkin hal itu sah – sah saja dan juga tidak ada salahnya.
Namun limbah tersebut berhasil di rubah menjadi sebuah media penghantar bunyi yang atraktif oleh komponis muda kelahiran Bangkok. Adalah Johanes “Mo’ong” Sentosa Pribadi dan Muhammad Sulthoni Konde seorang seniman bunyi yang mencoba mengeksplorasi limbah – limbah tersebut menjadi sebuah bunyi – bunyian yang menyegarkan bagi telinga. 
                                               Gambar : Moong
                                         Sumber : www.moong.id
Mo’ong bersama Konde mencoba menggabungkan ide antara alat musik Indonesia dan Eropa seperti flute, double bass, dan saxophone ke dalam sebuah instalasi seni kontemporer. Berlatar belakang sebagai aktivis di bidang lingkungan hidup Konde mencoba mengangkat limbah tersebut menjadi sebuah alat yang dapat digunakan kembali, khususnya untuk kebutuhan musikal. Berbahan dasar seperti kaca dan peralon, mereka menamakan temuan mereka dengan nama – nama Indonesia seperti pret, gajah pipa, blek siter, tong bass, demung kaca, saron kaca, slenthem kaca.
                                                            Gambar : Slentem Kaca
                                                     Dokumentasi pribadi, 2017


             Gambar : Macam - macam instalasi seni kontemporer 
                                         Dokumentasi pribadi, 2017

Menurut saya ide dasar yang dibuat oleh sang komponis adalah mentransfer bunyi – bunyian yang terdapat pada gamelan, kemudian di transfer ke bentuk yang lain. Akan terasa sangat mudah jika kita hanya berpikir pada segi praktis, namun hemat saya hal itu tidaklah mudah. Menurut Mo’ong diperlukan riset dalam waktu yang lama untuk dapat menghasilkan alat – alat tersebut, mungkin sekitar 1 tahunan dalam segi pembuatannya. Berulang kali ia mencoba melakukan eksperimen terhadap ide yang di implikasikannya tersebut.
Tepat tanggal 22 Februari Mo’ong n’ friends mencoba merepresentasikan buah pikirannya di dalam Sesawi (ruang pertunjukan). Saya dan beberapa teman yang datang pada malam itu sangat tertarik sekali dengan sajian musik yang diberikan oleh Mo’ong. Sungguh telinga dan batin saya merasakan kepuasan yang hakiki. Dengan membawakan karya yang terdiri dari beberapa bagian, Mo’ong n’ friends berhasil menyerap perhatian penonton yang juga dari beberapa negara lain yang kala itu duduk lesehan dan memadati Sesawi. Double Bass yang pada malam itu terdengar dominan mencoba menggambarkan jiwa Mo’ong dalam karya – karya yang dimainkan. 
                                Gambar : Double bass ala Moong
                                      Dokumentasi pribadi, 2017
Walaupun terkesan dominan dalam karya tesebut, namun ia juga memberikan kesempatan bagi instrumen lain untuk dapat mengeksplor, dalam hal yang lebih sederhana mungkin kita bisa menyebut itu sebagai “jam session”. Bagian demi bagian dirampungkan oleh Mo’ong n’ friends dengan cemerlang sekali, sehingga penonton yang datang pada malam itu sangat mengapresiasi karya – karya gubahan dari kelompok musik tersebut. Hingga akhirnya karya yang dimainkan selesai, Mo’ong mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya bagi pihak – pihak yang telah mendukung acara tersebut. Akhir acara sang komponis mencoba menyapa para tamu yang hadir, mungkin untuk sekedar berterima kasih karena sudah datang maupun bincang tentang karyanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jogja Guitar Society

Semua Bisa Jadi Arranger !!!

Happening Art